Harus (kah) Mencintaimu
BAB III
“Ndah, ayah boleh ngomong sesuatu padamu?” ucap ayah pada suatu hari
saat aku, ibu dan ayah berkumpul dirumah orang tuaku ini. Oh ya aku belum
bercerita ke kalian kalau aku tinggal di rumah Kak Ken atas permintaan
anak-anak yang tidak mau menginap di rumah kakek-neneknya. Jangan berpikir yang
tidak-tidak, aku akan tidur dirumah orang tuaku saat ayah anak-anak pulang
setelah aku menidurkan anak-anak. Dan aku akan menginap saat ayah mereka pergi
keluar kota untuk mengurusi bisnisnya.
“Andah…” panggil ayahku menyadarkanku dari khayalanku.
“Iya yah, ada apa?” jawabku
“Apa kamu tidak capek seperti ini terus? Akan sampai kapan kamu begini
terus?”
Aku masih bingung mengarah kemana percakapan kita kali ini, kenapa aku
merasa ada sesuatu hal aneh dan ,, sepertinya hal buruk yang akan terjadi.
“Capek, apa yah? Emmm … mengurus anak-anak? Tidak, aku senang mengurus mereka.
Aku nggak merasa capek dengan tingkah aktif mereka. Mereka lucu-lucu dan aku
sangat sayang sama mereka.”
“Ayah tau kamu sangat sayang sama mereka tapi sampai kapan kamu akan
terus berkorban seperti ini.” Aku hanya diam saja. Seperti yang aku katakan
tadi, aku masih bingung akan mengarah kemana pembicaraan ini.
“Ayah dan Ibu hanya ingin kamu bahagia, ndah. Tanpa mengorbankan hidupmu
sendiri.” Lanjut beliau.
“Maukah kamu menjadi ibu mereka. Bukan hanya ibu dalam artian panggilan
mereka untuk mu tapi ibu yang sesungguhnya, istri dari Ken dan benar-benar ibu
mereka. Ayah dan Ibu percaya kamu sangat menyanyangi mereka dan kamu pasti akan
menjadi ibu dan istri yang baik. Kami sudah berbicara dengan Ken dan dia
menyetujuinya. Dia menyerahkan semua keputusan padamu, tanpa ada niat
membebanimu sedikitpun. Tapi kami sangat berharap bahwa keputusanmu adalah
bersedia menjadi istrinya. Karena kami hanya mempercayaimu sebagai ibu Keyla,
Mikail, dan Milo. Hanya kamu yang menyanyangi mereka dengan tulus, tolong
dipikirkan dulu.”
Semua kata-kata Ayah membuatku terdiam. Apakah aku mimpi?? No,,no,,no,,,
ini bukan karna sangking bahagianya aku tapi karna sangking terkejutnya aku.
Kenapa Ayah dan Ibu bisa berfikir
seperti itu… kenapa mereka tega sekali padaku…*plakk lebay. Oke, balik lagi ke
kegalauanku. Eh, tunggu sebentar kenapa sepertinya tadi aku mendengar kalau si
Ken sudah menyetujui hal konyol ini. Apa coba maksudnya?! Menjadikanku sebagai
pengganti kakakku?! Nggak sudi aku jadi sebatas pengganti saja. Aku perlu
ngomong sama dia. Perlu dan harus ngomong.
Aku nggak mau masa depanku hancur hanya karna ide konyol ini. Gila bener
aku mau dijadiin sebatas pengganti saja. Aku masih bisa menyanyangi dan mengasuh anak-anak tanpa harus
menikah dengan si Ken itu. Tarik napas,,, buang nafas,,, tenang Andah.
Well, sebenarnya Ken nggak jelek-jelek amat. Bahkan bisa dikatakan,, apa ya… keren mungkin. Dia tinggi,
tegap, dan punya kulit yang coklat bersih. OMG… napa aku jadi mikirin dia.
Sadar Andah, sadar.! Dia itu pembuat masalah ini, dan kamu masih
sempet-sempetnya ngagumin dia. Ohhh kubur aja otak gilaku ini.
“Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang, Andah. Ibu percaya kamu bisa mengambil keputusan yang terbaik untukmu” ucap
ibu menyadarkanku dari alam khayalku dan aku Cuma tersenyum untuk
menanggapinya.
“Ayah harap minggu depan ayah sudah mendengar keputusanmu” sambung ayah
dengan cepat menyentakkanku. Whattt??! Minggu depan? Berarti aku hanya diberi
waktu 1 minggu alias 7 hari alias 168 jam untuk berfikir. Ayah ini sebuah
pernikahan, sesuatu hal yang sangat sakral, dan yang hanya dilakukan satu kali
seumur hidup *aku harap. Aku paling anti poligami dan perceraian, kecuali kalau
si pasangan dipanggil Tuhan, itu beda lagi. Emm… kembali ke masalah awal.
Terlalu sedikit waktu yang diberikan. Ingin rasanya aku mengeluarkan semua uneg
– uneg ku tapi apa yang kulakukan sekarang, hanya diam melongo tanpa berkata
apapun. Kemana otak pintarku saat aku membutuhkannya?? Ooh poor me…
≈ ♥ 2
Minggu Kemudian ♥≈
“Saya terima nikah dan kawinnya Andrea Dahlia binti Wijaya dengan mas
kawin yang telah tersebut TUNAI” ucap Ken dengan lantang dan sekali tarikan
nafas.
“Sah?..”
“SAH…” para saksi nikah menjawabnya dengan lantang.
Mimpikah aku … tahun ini, bulan ini, hari ini, menit ini, dan detik ini
aku telah menjadi seorang isteri tanpa kusadari air mata telah meluncur dengan
suksesnya dikedua belah mataku. Bukan, bukan karena sedih tapi perasaan ini
lebih mencondong ke rasa haru (?)
To be continued.
BAB I
BAB II
BAB II
Bisa juga di baca lewat situs Wattpad, id : @UfhieAh
Hay, hay, hay... udah Bab 3 aja ya ternyata. Jelek banget ya ceritanya? maklum namanya juga cerita perdana, makanya dari ntu Ufhi butuh saran & kritik yang membangun dari plen semua. Ayo pada comment ya kawan . . .
sampai jumpa di Bab selanjutnya. ^_^
0 komentar:
Posting Komentar
~*~ Setelah membaca jangan lupa meninggalkan komentarnya, untuk kemajuan blog ini. Terima kasih atas kunjungannya ~*~