Contoh Makalah Sejarah Kondifikasi Al-Quran
KATA PENGANTAR
Segala
puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dan kami buat
dengan waktu yang telah di tentukan.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan
makalah seperti ini, pembaca dapat belajar dengan baik dan benar mengenai
Sejarah kondifikasi Al-Qur’an.
Penulis mengucapkan terimah
kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi sumbangsi kepada kami dalam
penyelesaian makalah ini. Dan tentunya penulis juga menyadari, bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan
pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan kemampuan dari penulis. Oleh
karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.
Semoga
dengan adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan
kemajuan ilmu pengetahuan.
Amien..
Rowosari, Nopember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... .........
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ .........
A. Latar
Belakang.............................................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
A. Proses
Pengumpulan dan Penjagaan Al-Qur’an.............................................................
B. Penjagaan Verbal Al-Qur’an........................................................................................
C. Penulisan dan Pembukuan Al-Qur’an..................................................................
D. Usaha
Kompilasi pada Masa Nabi hingga Masa Utsman...............................................
E. Metode Penulisan dan Jumlah Mushaf yang ditulis Utsman.............................................
BAB III PENUTUP...................................................................................................
A. Kesimpulan..................................................................................................................
B. Kritik dan Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Rasulullah adalah
seorang yang tidak bisa membaca dan menulis karena itu beliau tidak membukukan
atau mencatat Al-Qur’an sendiri. Beliau memerintahkan para sahabat yang
dipercayainya sebagai penulis wahyu untuk menuliskan wahyu yang turun kepada
Rasullulah di atas pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit kayu, dan
tulang belulang hewan. Semua ayat yang turun ditulis teratur seperti yang Allah
wahyukan, tetapi semua wahyu tersebut belum terhimpun dalam satu mushaf.
Meskipun demikian, Rasullulah saw memberikan isyarat tentang peletakan surat
dan urutan ayat dalam Al-Qur’an.
Sahabat yang
ditunjuk langsung oleh Rasullulah untuk menjadi pencatat wahyu semasa hidup
beliau adalah Zaid bin Tsabit, Ali bin Abu Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, dan
Ubay bin Kaab.
Orisinalitas
Al-Qur’an senantiasa terjaga karena malaikat Jibril as membacakan kembali ayat
demi ayat Al-Qur’an kepada Rasullulah saw pada malam-malam bulanRamadhan pada
setiap tahunnya. Selain itu, para sahabat senantiasa menyetorkan hafalan maupun
tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah mereka hafal dan mereka tulis kepada
Rasullulah SAW.
Tulisan-tulisan
Al-Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf. Catatan yang ada
pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama’ telah menyampaikan
bahwa segolong dari mereka, di antaranya Ali bin Abu Thalib ra, Muadz bin Jabal
raUbay bin Ka’ab ra, Zaid bin Tsabit ra, dan Abdullah bin Mas’ud ra, telah
menghafal seluruh isi Al-Qur’an pada masa Rasullulah.
Rasulullah saw
berpulang ke rahmatullah ketika Al-Qur’an telah dihafal oleh ribuan para
sahabat dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti yang telah disebutkan
oleh Rasullulah saw. Al-Qur’an belum dijilid dalam satu mushaf yang menyeluruh
karena Rasulullah saw masih selalu
menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Di samping itu, terkadang pula
terdapat ayat yang menasakh sesuatu yang turun sebelumnya.
Untuk menjaga
orisinalitas Al-Qur’an, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk tidak
menuliskan sesuatupun yang berasal dari mulut beliau kecuali Al-Qur’an. Hal ini
sangat wajar dan tepat karena tidak ada yang bisa menjamin bahwa Hadits dan
Al-Qur’an tidak bercampur aduk satu sama lainnya sehingga untuk mencegah hal
ini maka Rasullulah dengan petunjuk Allah melarang penulisan apapun dari
Rasulullah kecuali Al-Qur’an.
B.
Rumusan Masalah
Ø
Bagaimana proses pengumpulan
dan penjagaan Al-Qur’an?
Ø
Bagaimana penulisan dan
pembukuan Al-Qur’an?
Ø
Bagaimana usaha penjagaan
verbal Al-Qur’an?
Ø
Bagaimana usaha kompilasi
pada masa Nabi saw hingga masa Utsman?
Ø
Bagaimana metode penulisan
dan jumlah mushaf yang ditulis Ustman?
C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Ø
Mengetahui sejarah
kondifikasi Al-Qur’an
Ø
Menambah informasi tentang
pengumpulan, penjagaan dan penulisan Al-Qur’an.
Ø
Mengetahui usaha Kompilasi
Al-Qur’an.
Ø
Mengetahui metode penulisan
Al-Qur’an
Ø
Mengetahui jumlah mushaf yang
ditulis oleh khalifah Ustman.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Proses Pengumpulan dan Penjagaan Al-Qur’an
Di kalangan ulama’,
terminologi pengumpulan Al-Qur’an memiliki dua konotasi yaitu arti pertama:
hifzuhu (menghafalkan dalam hati) dan huffuzuhu (penghafal-penghafalnya, yang
menghafalkan dalam hati). Kedua: Kitabatuhu kullihi (penulisan Al-Qur’an
semuanya)[1][1]
a. Pada masa Pemerintahan Abu Bakar
Pascawafatnya
Rasulallah saw, Abu Bakar diangkat sebagai khalifah untuk memimpin umat. Selama
masa pemerintahan Abu Bakar terjadi banyak pemberontakan dan peperangan. Salah
satu perang yang terjadi adalah perang yammah. Pada perang ini, banyak sekali
sahabat penghafal Al-Qur’an yang syahid. Melihat hal ini, Umar merasa khawatir
para penghafal Al-Qur’an tersebut lama kelamaan akan habis. Oleh karena itu,
umar mendesak Abu Bakar untuk melakukan pengumpulan Al-Qur’an karena itu adalah
hal yang baik.
Abu
Bakar dan Umar bersepakat memilih Zaid bin Tsabit sebagai pemimpin kelompok
untuk tugas pengumpulan Al-Qur’an ini. Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat
Al-Qur’an tersebut, Zaid bin Tsabit bekerja amat teliti. Dia menerapkan metode
yang amat ketat, yaitu untuk mencocokkan ayat yang tercatat dalam berbagai
media dan pencocokan ayat tersebut harus disaksikan oleh dua orang saksi.[2][2]
b.
Pada
masa Pemerintahan Utsman bin Affan
Salah satu penyebab pentingnya dilakukan pengumpulan Al-Qur’an adalah
semakin menyebarnya Islam kewilayah di luar jazirah Arab. Kemana pun para
sahabat pergi, mereka selalu membawa naskah Al-Qur’an berupa lembaran ayat atau
surat yang mereka miliki. Sayangnya naskah tersebut tidak sama susunan
surah-suratnya dan terjadi pula perbedaan tentang bacaan Al-Qur’an.
Hudzaifah bin Yaman,
adalah sahabat yang diilhamkan oleh Allah untuk memperhatikan hal ini[3][3]. Di kisahkan kepada kita bahwa selama
pengiriman ekspedisi militer ke armenia dan Azerbaijan, perselisihan tentang
bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan tentara-tentara Muslim, dan Huzdaifah
melaporkannya kepada khalifah Ustman dan mendesak agar mengambil langkah guna
mengakhiri perbedaan-perbedaan tersebut. Khalifah lalu berembuk dengan para
sahabat senior Nabi, dan akhirnya menugaskan Zaid bin Tsabit ”mengumpulkan” Al-Qur’an. Keseluruhan
Al-Qur’an direvisi dengan cermat dan dibandingkan dengan suhuf yang berada di
tangan Hafshah dengan mengikuti satu prinsip yaitu kesulitan bacaan dilek
Quraisy.
B.
Penjagaan Verbal Al-Qur’an
Orisinalitas Al-Qur’an
senantiasa terjaga karena malaikat Jibril as membacakan kembali ayat demi ayat
Al-Qur’an pada malam-malam bulan Ramadhan pada setiap tahunnya. Dari Ibnu 'Abbas
ra berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Artinya:
“Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan. Dan
puncak kedermawanan beliau adalah pada bulan Ramadhan ketika Jibril 'alaihissalam
menemuinya dan Jibril menemuinya setiap malam untuk tadarus Al-Qur’an. Sungguh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lebih murah hati melakukan
kebaikan daripada angin yang bertiup”.(muttafaq 'alaihi).
Selain itu, para sahabat
senantiasa menyetorkan hafalan maupun tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka
hafal dan mereka tulis kepada Rasulullah saw. Untuk menjaga orisinalitas
Al-Qur’an, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk tidak menulis sesuatupun
yang berasal dari mulut beliau kecuali Al-Qur’an.
Sejak awal diturunkannya Empat
belas abad yang lalu Sampai masa modern saat ini Al-Qur’an senantiasa terjaga
kemurnian dan kesuciannya. Karena Al-Qur’an satu-satunya kitab yang dijaga oleh
Allah keotentikannya, sebagiamana firman Allah SWT dalam surat (al Hijr:9)
Adalah sebagai berikut:
Artinya:”Sesungguhnya
kami telah menurunkan peringatan (Al-Qur’an) dan sesungguhnya kamilah yang
memeliharanya”( al Hijr:9)[4][4]
Demikianlah Allah SWT,
menjamin keaslian Al-Qur’an, jaminan yang diberikan atas dasar kemahakuasaan
dan kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh
mahluk-mahluk-Nya, terutama oleh manusia.
C.
Penulisan dan pembukuan Al-Qur’an
a.
Pada masa Nabi
Kerinduan Nabi
terhadap kedatangan wahyu tidak saja diekspresikan dalam bentuk hapalan, tetapi
juga dalam bentuk tulisan. Proses penulisan Al-Qur’an pada masa nabi sangat
sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan batu.[5][5]
b.
Pada masa Sahabat
1.
Pada masa Abu Bakar
Ash-Shidiq
Pada dasarnya,
seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada waktu Nabi masih ada. Hanya saja, pada
saat itu surat-surat dan ayat-ayatnya ditulis dengan terpencar-pencar. Dan
orang yang pertama kali menyusunnya dalam satu mushaf adalah Abu Bakar. Usaha
pengumpulan ayat –ayat Al-Qur’an pada masa kepemerintahan Abu Bakar dilakukan
oleh Zaid bin Tsabit. Pekerjaan yang dibebankan ke pundak Zaid dapat
diselesaikan dalam waktu kurang dari satu tahun, yaitu pada tahun 13 H. Di
bawah pengawasan Abu Bakar, Umar dan para tokoh sahabat lainnya.[6][6]
Setelah Abu bakar
wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan Khalifah Umar dan ketika Umar wafat,
mushaf itu disimpan Hafsah.[7][7]
2.
Pada masa Ustman bin Affan
Awalnya perbedaan
bacaan itu adalah karena kelonggaran yang di berikan oleh Rasulullah saw kepada
kabilah-kabilah Arab yang berada pada masanya untuk membaca dan melafazhkan
Al-Qur’an menurut dialek masing-masing. Kelonggaran ini diberikan oleh Nabi
agar mereka mudah dalam menghafal Al-Qur’an. Namun lama kelamaan terlihat
tanda-tanda bahwa perbedaan bacaan Al-Qur’an tersebut jika terus menerus
dibarkan akan menjadi bibit perpecahan dikalangan muslimin.
Hudzaifah bin
Yaman, adalah sahabat yang diilhamkan oleh Allah untuk memperhatikan hal ini[8][8]. Di kisahkan kepada kita bahwa selama
pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan tentang
bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan tentara-tentara Muslim, dan Huzdaifah
melaporkannya kepada khalifah Ustman dan mendesak agar mengambil langkah guna
mengakhiri perbedaan-perbedaan tersebut[9][9]. Khalifah lalu berembuk dengan para
sahabat senior Nabi, dan akhirnya menugaskan Zaid bin Tsabit ”mengumpulkan”
Al-Qur’an. Keseluruhan Al-Qur’an direvisi dengan cermat dan dibandingkan dengan
suhuf yang berada di tangan Hafshah dengan mengikuti satu prinsip yaitu
kesulitan bacaan dilek Quraisy.
Perbedaan
penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan pada masa Utsman bin Affan, dapat
dilihat pada tabel berikut[10][10]:
Pada masa Abu bakar
|
Pada masa Utsman bin Affan
|
Ø Motifasi penulisannya adalah khawatir sirnanya Al-Qur’an dengan
syahidnya para penghapal Al-Qur’an pada perang Yammah.
|
Ø Motivasi penulisannya karena terjadinya banyak perselisihan di dalam cara
membaca Al-Qur’an (qira’at).
|
Ø Abu Bakar melakukannya dengan mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an
yang terpencar-pencar pada pelepah kurma, lempengan batu, dll.
|
Ø Utsman
melakukannya dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dari tujuh
huruf yang dengannya Al-Qur’an turun.
|
D.
Usaha Kompilasi Pada Masa Nabi Saw Hingga Masa
Utsman Bin Affan
Menurut kamus
besar bahasa indonesia kompilasi adalah kumpulan yang tersusun secara teratur
baik berupa informasi, laporan atau yang lain-lain. Usaha kompilasi pada masa
Nabi saw hingga masa Utsman bin Affan, dapat dibagi menjadi tiga tahap:
1.
Pada masa Nabi Muhammad saw
Usaha yang
dilakukan pada masa tersebut adalah Rasulullah memerintahkan para sahabatnya
untuk menuliskan wahyu yang turun kepada Rasulullah diatas kayu, pelepah kurma,
dan potongan tulang belulang binatang. Semua ayat yang turun ditulis teratur
seperti yang Allah wahyukan, tetapi semua wahyu twrsebut belum terhimpun dalam
satu mushaf karena Rasulullulah saw selalu menanti turunnya wahyu dari waktu
kewaktu. Di samping itu, terkadang pula terdapat ayat yang menasakh (
menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya.
2.
Pada masa Abu Bakar
Pasca wafatnya
Rasullulah saw, Abu Bakar menggantikan posisi Rosulullah sebagai kepala Negara
berdasarkan kemufakatan para sahabat. Kemudian beliau dihadapkan pada
kemurtadan sebagian orang-orang Arab. Karena itu beliau segera menyiapkan dan
mengirim pasukan untuk memerangi orang-orang murtad tersebut. Perang yammah
terjadi pada tahun XII H melibatkan sejumlah penghafal Qur’an syahid. Umar bin
Khatab merasa khawatir akan hal tersebut, sehingga beliau menghadap kepada Abu
Bakar untuk melakukan pengumpulan Al-Qur’an.
Kemudian Abu Bakar
memerintahkan agar catatan-catatan tersebut dikumpulkan dalam satu mushaf,
dengan ayat-ayat dan surah-surah yang tersusun serta dituliskan dengan
berhati-hati dan mencakup tujuh huruf yang dengan itu Al-Qur’an diturunkan.
3.
Pada masa Utsman bin Affan
Di kisahkan kepada
kita bahwa selama pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan,
perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan tentara-tentara Muslim,
dan Huzdaifah melaporkannya kepada khalifah Ustman dan mendesak agar mengambil
langkah guna mengakhiri perbedaan-perbedaan tersebut. Dan keterangan akan
berlanjut pada materi berikutnya.
E.
Metode Penulisan Dan Jumlah Mushaf Yang Ditulis
Utsman Bin Affan
1.
Metode penulisan oleh utsman
bin affan
Berdasarkan
peristiwa yang melatarbelakangi pada subbab yang telah dibahas sebelumnya
kemudian, Khalifah berembuk dengan para sahabat senior Nabi, dan selanjutnya
menunjuk empat penulis, yaitu zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin
Abdul Waqqash, dan abdurrahman bin harist bin Hasyam. Dalam pelaksanaan tugas
ini, Utsman menasihatkan dua hal:
1. Mengambil pedoman pada bacaan hafizh.
2. Jika ada pertikaian tentang bahasa bacaan,
maka bacaan tersebut dikembalikan menurut dialek suku Quraisy.
2.
Jumlah mushaf yang di tulis
oleh Utsman bin Affan
Setelah panitia penulisan mushaf al-Qur’an yang ditunjuk dan diawasi
langsung oleh Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan r.a. selesai menunaikan tugasnya,
beliau kemudian melakukan beberapa langkah penting sebelum kemudian
mendistribusikan mushaf-mushaf itu ke beberapa wilayah Islam. Langkah-langkah
penting itu adalah:
a. Membacakan naskah
final tersebut di hadapan para sahabat. Ini dimaksudkan sebagai langkah
verifikasi, terutama dengan suhuf yang dipegang oleh Hafshah binti ‘Umar
r.a.
b. Membakar seluruh
manuskrip al-Qur’an lain. Sebab dengan selesainya mushaf resmi tersebut,
keberadaan pecahan-pecahan tulisan al-Qur’an dianggap tidak diperlukan lagi.
Dan itu sama sekali tidak mengundang keberatan para sahabat. Ali bin Abi Thalib
r.a. menggambarkan peristiwa itu dengan mengatakan,
“Demi Allah, dia
(‘Utsman) tidak melakukan apa yang ia lakukan terhadap mushaf-mushaf itu
kecuali (ia melakukannya) di hadapan kami semua.”
Setelah melakukan dua langkah tersebut, ‘Utsman bin ‘Affan r.a kemudian
mulai melakukan pengiriman mushaf al-Qur’an ke beberapa wilayah Islam. Para
ulama Islam sendiri berbeda pendapat tentang jumlah eksemplar mushaf yang
ditulis dan disebarkan pada waktu itu.
Al-Zarkasyi misalnya menggambarkan
ragam pendapat itu dengan mengatakan:
“Abu ‘Amr al-Dany
menyatakan dalam kitab al-Muqni’: mayoritas ulama berpandangan bahwa ketika
‘Utsman menuliskan mushaf-mushaf itu ia membuatnya dalam 4 (eksemplar), lalu
mengirimkan satu eksemplar ke setiap wilayah: Kufah, Bashrah dan Syam, lalu
menyisakan satu eksemplar di sisinya. Ada pula yang mengatakan bahwa beliau
menuliskan sebanyak 7 eksemplar. (Selain yang telah disebutkan –pen) ia
menambahkan untuk Mekkah, Yaman, dan Bahrain. (Al-Dany) mengatakan: ‘Pendapat
pertamalah yang paling tepat, dan itu dipegangi para imam.’”
Dalam proses pendistribusian ini, ada langkah penting lainnya yang juga
tidak lupa dilakukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan r.a. Yaitu menyertakan seorang qari’
dari kalangan sahabat Nabi saw bersama dengan mushaf-mushaf tersebut.
Tujuannya tentu saja untuk menuntun kaum muslimin agar dapat membaca
mushaf-mushaf tersebut sebagaimana diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Ini
tentu saja sangat beralasan, sebab naskah-naskah mushaf ‘Utsmani tersebut hanya
mengandung huruf-huruf konsonan, tanpa dibubuhi baris maupun titik.
Tentu saja, pasca pendistribusian naskah-naskah mushaf ‘Utsmani tersebut,
kaum muslimin telah memiliki sebuah mushaf rujukan –karena itulah ia disebut
sebagai al-mushaf al-imam-. Sejak saat itu, mulailah upaya-upaya
penulisan ulang naskah Al-Qur’an berdasarkan mushaf ‘Utsmani untuk memenuhi
kebutuhan kaum muslimin akan mushaf al-Qur’an. Dalam kurun yang cukup panjang,
yaitu pasca kodifikasi Khalifah ‘Utsman r.a. hingga sekarang terdapat banyak
perkembangan baru dalam perbanyakan naskah tersebut. Meskipun upaya itu sama
sekali tidak berarti merubah hakikat al-Qur’an sebagai Kalamullah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan yang
dapat diambil dari hasil kondifikasi Al-Qur’an ini adalah sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an yang ditulis ulang
benar-benar mutawatir, tidak mansukh tilawah, dan yang dibacakan ulang oleh
Nabi Muhammad saw kepada malaikat Jibril untuk terakhir kalin (tahun ketika
beliau wafat).
2.
Ditulis dengan susunan surah
dan ayat seperti yang kita kenal sekarang dan mencakup aspek perbedaan bacaan
yang sama-sama mutawatir dan bersumber dari Rasulullah.
3.
Tidak mencantumkan sesuatu
yang bukan Al-Qur’an, seperti penafsiran atau keterangan naskh mansukh.
Terdapat beberapa
perbedaan antara proses kondifikasi pada masa Abu Bakar dan Utsman bin Affan.
Pada masa Abu Bakar tujuan dilakukannya kondifikasi adalah menghimpun Al-Qur’an
secara keseluruhan dalam satu mushaf. Dan pada masa Utsman bin Affan
kondifikasi dilakukan untuk bertujuan mendorong orang-orang muslim bersatu
dalam satu mushaf saja.
B.
Kritik dan Saran
Penulis
mengucapkan terimah kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi sumbangsi
kepada kami dalam penyelesaian makalah ini. Dan tentunya penulis juga
menyadari, bahwa masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan
kemampuan dari penulis. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
Al-Qur’an dan Terjemahannya,mushaf quantum tauhid, Bandung: MQS
Publishing.
-
Rosihon Anwar,ULUM AL-QUR’AN,BANDUNG:Pustaka
Setia:2010.
-
Manna’ Khalil al-Qattan, studi ilmu-ilmu qur’an,Bogor: Pustaka
Litera Antar Nusa ;2012.
-
Daniel A. Madigan, Membuka Rahasia Al-Qur’an, Bandung: Pustakamedia:
2007
-
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
- http://lutfiarifin.blogspot.com/2012/12/makalah-sejarah-kondifikasi-al-quran.html
0 komentar:
Posting Komentar
~*~ Setelah membaca jangan lupa meninggalkan komentarnya, untuk kemajuan blog ini. Terima kasih atas kunjungannya ~*~